BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Cedera sering
dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen, atau
patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan pertolongan
yang profesional dengan segera. Banyak sekali permasalahan yang dialami oleh
atlit olahraga, tidak terkecuali dengan sindrom ini. Sindrom ini bermula dari
adanya suatu kekuatan abnormal dalam level yang rendah atau ringan, namun
berlangsung secara berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Jenis cedera ini
terkadang memberikan respon yang baik bagi pengobatan sendiri.
Tak ada yang menyangkal jika olahraga
baik untuk kebugaran tubuh dan melindungi kita dari berbagai penyakit. Namun,
berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan berolahraga yang benar,
malah mendatangkan cedera yang membahayakan dirinya sendiri.
Ada beberapa hal yang menyebabkan
cedera akibat aktivitas olahraga yang salah. Menurut Wijanarko Adi Mulya,
pengurus PBSI (persatuan bulutangkis seluruh Indonesia) Jawa Timur, aktivitas
yang salah ini karena pemanasan tidak memenuhi syarat, kelelahan berlebihan
terutama pada otot, dan salah dalam melakukan gerakan olahraga. Kasus cedera
yang paling banyak terjadi, biasanya dilakukan para pemula yang biasanya
terlalu berambisi menyelesaikan target latihan atau ingin meningkatkan tahap
latihan.
Cedera akibat berolahraga paling
kerap terjadi pada atlet, tak terkecuali atlet senior. Biasanya itu terjadi
akibat kelelahan berlebihan karena panjangnya waktu permainan (misalnya ada
babak tambahan) atau terlalu banyaknya partai pertandingan yang harus diikuti.
Cara yang lebih
efektif dalam mengatasi cedera adalah dengan memahami beberapa jenis cedera dan
mengenali bagaimana tubuh kita memberikan respon terhadap cedera tersebut.
Juga, akan dapat untuk memahami tubuh kita, sehingga dapat mengetahui apa yang
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera, bagaimana mendeteksi suatu
cedera agar tidak terjadi parah, bagaimana mengobatinya dan kapan meminta
pengobatan secara profesional (memeriksakan diri ke dokter).
Perawatan dan
pencegahan cedera di perguruan tinggi. Khususnya para mahasiswa pendidikan
jasmani. Makalah ini mencakup agar mahasiswa mampu melaksanakan dan faham
tentang prinsip-prinsip, faktor-faktor perawatan cedera dalam olahraga serta
dapat mempraktekkanya pada saat menempuh perkuliahan maupun setelah lulus dan
menjadi guru pendidikan jasmani di sekolah.
B.
Tujuan Instruksional
Setelah
mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat :
- Menjelaskan pengertian cedera
- Mengenal secara mendalam tentang macam-macam cedera olahraga
- Dapat menjelaskan penyebab dan pencegahan cedera olahraga
- Mampu menyampaikan informasi dan menunjukkan tata cara pengobatan cedera olahraga.
C.
Manfaat Penelitian
Di dalam
makalah ini kita dapat mengetahui manfaat dan kerugian dari Cedera Olahraga
tersebut. Baik cedera olahraga yang ringan maupun cedera olahraga yang berat.
Sebagai calon guru pendidikan jasmani kita harus tahu bagaimana mengkondisikan
siswa-siswa supaya meringankan terjadinya cedera olahraga.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Deskripsi Teori
Olahraga
bertujuan untuk menyehatkan badan, memberikan kebugaran jasmani selama
cara-cara melakukannya sudah dalam kondisi yang benar. Apakah semua macam
olahraga bisa menimbulkan cedera?
Cedera yang
dialami tergantung dari macamnya olahraga, misalnya olahrag sepak bola, tenis
meja, balapan tentu memberikan resiko cedera yang berbeda-beda.
Kegiatan
olahraga sekarang ini telah benar-benar menjadikan bagian masyarakat kita, baik
pada masyarakat atau golongan dengan sosial ekonomi yang rendah sampai yang
paling baik. Telah menyadari kegunaan akan pentingnya latihan-latihan yang
teratur untuk kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani.
Seseorang
melakukan olahraga dengan tujuan untuk mendapatkan kebugaran jasmani, kesehatan
maupun kesenangan bahkan ada yang sekedar hobi, sedangkan atlit baik amatir dan
profesional selalu berusaha mencapai prestasi sekurang-kurangnya untuk menjadi
juara. Namun beberapa faktor yang mempunyai peran perlu diperhatikan antara
lain :
a.
Usia Kesehatan
Kebugaran
Menurut
pengetahuan yang ada pada saat ini, apa yang disebut proses digenerasi mulai
berlangsung pada usia 30 tahun, dan fungsi tubuh akan berkurang 1% pertahun
(Rule of one), ini berarti bahwa kekuatan dan kelentukan jaringan akan mulai
berkurang akibat proses degenerasi, selain itu jaringan menjadi rentan terhadap
trauma. Untuk mempertahankan kondisi agar tidak terjadi pengurangan fungsi
tubuh akibat degenerasi, maka latihan sangat diperlukan guna mencegah timbulnya
Atrofi, dengan demikian bahwa usia memegang peranan.
b.
Jenis Kelamin
Sistem hormon
pada tubuh manusia berbeda dengan wanita, demikian pula dengan bentuk tubuh,
mengingat perbedaan dan perubahan fisik, maka tidak semua jenis olahraga cocok
untuk semua golonganusia atau jenis kelamin. Hal ini apabila dipaksakan, maka
akan timbul cedera yang sifatnya pun juga tertentu untuk jenis olahraga
tertentu
c.
Jenis Olahraga
Kita tahu bahwa
setiap macam olahraga, apapun jenisnya, mempunyai peraturan permainan tertentu
dengan tujuan agar tidak menimbulkan cedera, peraturan tersebut merupakan salah
satu mencegahnya.
d.
Pengalaman
Teknik Olahraga
Untuk
melaksanakan olahraga yang baik agar tujuan tercapai perlu persiapan dan
latihan antara lain :
o Metode atau
cara berlatihnya.
o Tekniknya agar
tidak terjadi “over use”.
e.
Sarana atau
Fasilitas
Walaupun telah
diusahakan dengan baik kemungkinan cedera masih timbul akibat sarana yang
kurang memadai
f.
Gizi
Olahraga
memerlukan tenaga untuk itu perlu gizi yzng baik, selain itu gizi menentukan
kesehatan dan kebugaran.
Dalam ilmu
kedokteran sangat jelas bahwa dengan olahraga yang teratur memegang peranan
untuk memperoleh badan yang sehat, menghindari penyakit-penyakit seperti
penyakit jantung, serta menunda proses-proses degeneratif yang tidak bisa
dihindari oleh proses penuaan. Keadaan akan pentingnya serta keuntungan yang
diakibatkan oleh olahraga adalah sesuai dengan perubahan-perubahan kondisi
sosial dan ekonomibila kita menilai beragam olahraga, ada permainan-permainan
tertentu yang bersifat kompetitif untuk dipertandingkan dimana masing-masing
individu harus bisa mencapai prestasi maksimal untuk mencapai kemenangan, ini
yang sering mengundang terjadinya cedera olahraga, namun dapat dihindari bila
faktor-faktor penyebab serta peralatan olahraga tersebut diperhatikan.
Dalam cedera
macam-macan pula derajat cederanya mulai dari yang ringan sampai yang sangat
berat, karena faktornya: jenis kelamin, derajat cedera, ukuran tubuh, anatomi,
kesegaran aerobik, kekuatan otot, kekuatan, kelemahan ligamen, kontrol motorik
pusat, kejiwaan, kemampuan mental merupakan faktor-faktor dalam kecenderungan
cedera.
B. Kerangka Berfikir
Tujuan utama dalam mempelajari
tentang cedera olahraga adalah supaya mahasiswa atau buru pendidikan jasmani
mengetahui bagaimana menangani cedera olahraga dan bagaiman mencegahnya. Untuk tidak
menjadi kabur tentang perbedaan banyak ragam jenis cedera maka perlu diberikan
penjelasan tentang pengertian cedera, yaitu :
1.
Cedera
Cedera adalah
suatu akibat daripada gaya-gaya yang bekerja pada tubuh atau sebagian daripada
tubuh dimana melampaui kemampuan tubuh untuk mengatasinya, gaya-gaya ini bisa
berlangsung dengan cepat atau jangka lama.
Dapat
dipertegas bahwa hasil suatu tenaga atau kekuatan yang berlebihan dilimpahkan
pada tubuh atau sebagian tubuh sehingga tubuh atau bagian tubuh tersebut tidak
dapat menahan dan tidak dapat menyesuaikan diri.
Harus diingat
bahwa setiap orang dapat terkena celaka yang bukan karena kegiatan olahraga,
biarpun kita telah berhati-hati tetapi masih juga celaka, tetapibila kita
berhati-hati kita akan bisa mengurangi resiko celaka tersebut.
2.
Cedera Olahraga
Kegiatan olahraga
yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan ditingkatkan bukan hanya
olahraga prestasi atau kompetisi, tetapi olahraga juga untuk kebugaran jasmani
secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya keuntungan secara pribadi,
tetapi juga memberikan keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu
kegiatan olahraga sekarang ini semakin mendapat perhatian yang luas.
Bersamaan
dengan meningkatnya aktivitas keolahragaan tersebut, korban cedera olahraga
juga ikut bertambah. Sangat disayangkan jika hanya karena cedera olahraga
tersebut para pelaku olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi.
“Cedera
Olahraga” adalah rasa sakit yang ditimbulkan karena olahraga, sehingga dapat
menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari
tubuh.
Cedera olahraga
jika tidak ditangani dengan cepat dan benar dapat mengakibatkan gangguan
atau keterbatasan fisik, baik dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari
maupun melakukan aktivitas olahraga yang bersangkutan. Bahkan bagi atlit cedera
ini bisa berarti istirahat yang cukup lama dan mungkin harus meninggalkan sama
sekali hobi dan profesinya. Oleh sebab itu dalam penaganan cedera olahraga
harus dilakukan secara tim yang multidisipliner.
Cedera olahraga
dapat digolongkan 2 kelompok besar :
a.
Kelompok
kerusakan traumatik (traumatic disruption) seperti : lecet, lepuh, memar, leban
otot, luka, “stram” otot, “sprain” sendi, dislokasi sendi, patah tulang, trauma
kepala-leher-tulang belakang, trauma tulang pinggul, trauma pada dada, trauma
pada perut, cedera anggota gerak atas dan bawah.
b. Kelompok
“sindroma penggunaan berlebihan” (over use syndromes), yang lebih spesifik yang
berhubungan dengan jenis olahraganya, seperti : tenis elbow, golfer’s elbow
swimer’s shoulder, jumper’s knee, stress fracture pada tungkai dan kaki.
C.
Macam Cedera Olahraga
Didalam
menangani cedera olahraga (sport injury) agar terjadi pemulihan seorang atlit
untuk kembali melaksanakan kegiatan dan kalau perlu ke prestasi puncak sebelum
cedera.
Kita ketahui
penyembuhan penyakit atau cedera memerlukan waktu penyembuhan yang secara
alamiah tidak akan sama untuk semua alat (organ) atau sistem jaringan ditubuh,
selain itu penyembuhan juga tergantung dari derajat kerusakan yang diderita,
cepat lambat serta ketepatan penanggulangan secara dini.
Dengan demikian
peran seseorang yang berkecimpung dalam kedokteran olahraga perlu bekal
pengetahuan mengenai penyembuhan luka serta cara memberikan terapi agar tidak
menimbulkan kerusakan yang lebih parah, sehingga penyembuhan serta pemulihan
fungsi, alat dan sistem anggota yang cedera dapat dicapai dalam waktu singkat
untuk mencapai prestasi kembali, maka latihan untuk pemulihan dan peningkatan
prestasi sangat diperlukan untuk mempertahankan kondisi jaringan yang cedera
agar tidak terjadi penecilan otot (atropi).
Agar selalu
tepat dalam menangani kasus cedera maka sangat diperlukan adanya pengetahuan
tentang macam-macam cedera.
D. Klasifikasi Cedera Olahraga
Secara umum cedera olahraga
diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Cedera tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini penderita tidak
mengalami keluhan yang serius, namun dapat mengganggu penampilan atlit.
Misalnya: lecet, memar, sprain yang ringan.
b. Cedera tingkat 2 (cedera sedang)
Pada cedera tingkat kerusakan
jaringan lebih nyata berpengaruh pada performance atlit. Keluhan bias berupa
nyeri, bengkak, gangguan fungsi (tanda-tanda inplamasi) misalnya: lebar otot,
straing otot, tendon-tendon, robeknya ligament (sprain grade II).
c. Cedera tingkat 3 (cedera berat)
Pada cedera tingkat ini atlit perlu
penanganan yang intensif, istirahat total dan mungkin perlu tindakan bedah jika
terdapat robekan lengkap atau hamper lengkap ligament (sprain grade III) dan IV
atau sprain fracture) atau fracture tulang.
d. Strain dan Sprain
Strain dan sprain adalah kondisi
yang sering ditemukan pada cedera olahraga.
1. Strain
Straing adalah menyangkut cedera
otot atau tendon. Straing dapat dibagi atas 3 tingkat, yaitu :
a) Tinkat 1 (ringan)
Straing tingkat ini tidak ada
robekan hanya terdapat kondisi inflamasi ringan, meskipun tidak ada penurunan
kekuatan otot, tetapi pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlit. Misalnya
straing dari otot hamstring (otot paha belakang) akan mempengaruhi atlit pelari
jarak pendek (sprinter), atau pada baseball pitcher yang cukup terganggu dengan
strain otot-otot lengan atas meskipun hanya ringan, tetapi dapat menurunkan
endurance (daya tahannya).
b) Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2 ini sudah
terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga dapat mengurangi kekuatan
atlit.
c) Tingkat 3 (berat)
Straing pada tingkat 3 ini sudah
terjadi rupture yang lebih hebat sampai komplit, pada tingkat 3 diperlukan
tindakan bedah (repair) sampai fisioterapi dan rehabilitasi.
2. Sprain
Sprain adalah cedera yang menyangkut
cedera ligament. Sprain dapat dibagi 4 tingkat, yaitu :
a) Tingkat 1 (ringan)
Cedera tingkat 1 ini hanya terjadi
robekan pada serat ligament yang terdapat hematom kecil di dalam ligamen dan
tidak ada gangguan fungsi.
b) Tingkat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2 ini terjadi
robekan yang lebih luas, tetapi 50% masih baik. Hal ini sudah terjadi gangguan
fungsi, tindakan proteksi harus dilakukan untuk memungkinkan terjadinya
kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10 minggu untuk benar-benar aman dan
mungkin diperlukan waktu 4 bulan. Seringkali terjadi pada atlit memaksakan diri
sebelum selesainya waktu pemulihan belum berakhir dan akibatnya akan timbul
cedera baru lagi.
c) Tingkat 3 (berat)
Cedera sprain tingkat 3 ini
terjadinya robekan total atau lepasnya ligament dari tempat lekatnya dan
fungsinya terganggu secara total. Maka sangat penting untuk segera menempatkan
kedua ujung robekan secara berdekatan.
d) Tingkat 4 (Sprain fraktur)
Cedera sprain tingkat 4 ini terjadi
akibat ligamennya robek dimana tempat lekatnya pada tulang dengan diikuti
lepasnya sebagian tulang tersebut.
E. Penyebab dan Pencegahan pada cedera olahraga
Cedera olahraga perlu diperhatikan
terutama bagi para pelatih, guru pendidikan jasmani, maupun pemerhati olahraga
khususnya yang mempunyai atlit cedera olahraga.
Sekarang hendakna kita satukan
bahasa dahulu bahwa yang paling sental dalam pengelolaan cedera bukanlah tenaga
medis tetapi pelatih olahraga, yaitu orang yang paling dekat dengan atlit.
Sebaik apapun tim medis disiapkan akan kalah dibandingkan dengan kita
menyiapkan para pelatih olahraga yang tahu tentang olahraga.
Pulih tidaknya cedera sebagian besar
tergantung tindakan pertama pada saat cedera. Cedera ringan tidak kalah
berbahayanya dari cedera berat terhadap masa depan atlit.
Dalam rangka persiapan menghadapi
suatu event. Mengistirahatkan atlit boleh dikatakan mustahil karena waktu yang
tersedia selalu terbatas. Disinilah muncul seni yang tinggi tentang pengelolaan
atlit yang cedera.
Pelatih harus menyadari bahwa tiap
olahraga mempunyai kecenderungan cedera yang berbeda. Sebagai pelatih, guru
pendidikan jasmani haruslah mengetahui cara pencegahan ataupun pertolongan
pertama secara benar.
Banyak sekali penyebab-penyebab
cedera olahraga yang perlu diperhatikan, sehingga para atlit dapat menepis atau
menghindari kecenderungan untuk cedera olahraga.
F. Penyebab Cedera Olahraga
Beberapa faktor penting yang ada
perlu diperhatikan sebagai penyebab cedara olahraga.
1. Faktor olahragawan/olagragawati
a. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena
mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30-40 tahun
raluman kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligament
menurun pada usia 30 tahun. Kegiatan-kegiatan fisik mencapai puncaknya pada
usia 20-40 tahun.
b. Faktor pribadi
Kematangan (motoritas) seorang
olahraga akan lebih mudah dan lebih sering mengalami cedera dibandingkan dengan
olahragawan yang sudah berpengalaman.
c. Pengalaman
Bagi atlit yang baru terjun akan
lebih mudah terkena cedera dibandingkan dengan olahragawan atau atlit yang
sudah berpengalaman.
d. Tingkat latihan
Betapa penting peran latihan yaitu
pemberian awal dasar latihan fisik untuk menghindari terjadinya cedera, namun
sebaliknya latihan yang terlalu berlebihan bias mengakibatkan cedera karena
“over use”.
e. Teknik
Perlu diciptakan teknik yang benar
untuk menghindari cedera. Dalam melakukan teknik yang salah maka akan menyebabkan
cedera.
f. Kemampuan awal (warming up)
Kecenderungan tinggi apabila tidak
dilakukan dengan pemanasan, sehingga terhindar dari cedera yang tidak di
inginkan. Misalnya : terjadi sprain, strain ataupun rupture tendon dan
lain-lain.
g. Recovery period
Memberi waktu istirahat pada
organ-organ tubuh termasuk sistem musculoskeletal setelah dipergunakan untuk
bermain perlu untuk recovery (pulih awal) dimana kondisi organ-organ itu
menjadi prima lagi, dengan demikaian kemungkinan terjadinya cedera bisa dihindari.
h. Kondisi tubuh yang “fit”
Kondisi yang kurang sehat sebaiknya
jangan dipaksakan untuk berolahrag, karena kondisi semua jaringan dipengaruhi
sehingga mempercepat atau mempermudah terjadinya cedera.
i. Keseimbangan Nutrisi
Keseimbangan nutrisi baik berupa
kalori, cairan, vitamin yang cukup untuk kebutuhan tubuh yang sehat.
j. Hal-hal yang umum
Tidur untuk istirahat yang cukup,
hindari minuman beralkohol, rokok dan yang lain.
2. Peralatan dan Fasilitas
Peralatan : bila kurang atau tidak
memadai, design yang jelek dan kurang baik akan mudah terjadinya cedera.
Fasilitas : kemungkinan alat-alat
proteksi badan, jenis olahraga yang bersifat body contack, serta jenis olahraga
yang khusus.
3. Faktor karakter dari pada olahraga tersebut
Masing-masing cabang olahrag
mempunyai tujuan tertentu. Missal olahraga yang kompetitif biasanya mengundang
cedera olahraga dan sebagainya, ini semua harus diketahui sebelumnya.
G. Pencegahan Cedera
Mencegah lebih baik daripada
mengobati, hal ini tetap merupakan kaidah yang harus dipegang teguh. Banyak
cara pencegahan tampaknya biasa-biasa saja, tetapi masing-masing tetaplah
memiliki kekhususan yang perlu diperhatikan.
1. Pencegahan lewat keterampilan
Pencegahan lewat keterampilan
mempunyai andil yang besar dalam pencegahan cedera itu telah terbukti, karena
penyiapan atlit dan resikonya harus dipikirkan lebih awal. Untuk itu para atlit
sangat perlu ditumbuhkan kemampuan untuk bersikap wjar atau relaks. Dalam
meningkatkan atlit tidak cukup keterampilan tentang kemampuan fisik saja namun
termasuk daya pikir, membaca situasi, mengetahui bahaya yang bisa terjadi dan
mengurangi resiko. Pelatih juga harus mampu mengenali tanda-tanda kelelahan
pada atlitnya, serta harus dapt mengurangi dosis latihan sebelum resiko cedar
timbul.
a) Mengurangnya antusiasme atau kurang tanggap
b) Kulit dan otot terasa mengembang
c) Kehilangan selera makan
d) Gangguan tidur, sampai bangun masih terasa lelah
e) Meningkatnya frekuensi jantung saat istirahat
f) Penurunan berat badan
g) Melambatnya pemulihan
h) Cenderung menghindari latihan atau pertandingan
2. Pencegahan lewat Fitness
Fitness secara terus menerus mampu
mencegah cedera pada atlit baik cedera otot, sendi dan tendo, serta mampu
bertahan untuk pertandingan lebih lama tanpa kelelahan.
a. Strength
Otot lebih kuat jika dilatih, beban
waktu latihan yang cukup sesuai nomor yang diinginkan untuk. Untuk latihan
sifatnya individual, otot yang dilatih benar-benar tidak mudah cedera.
b. Daya tahan
Daya tahan meliputi endurance otot,
paru dan jantung. Daya tahan yang baik berarti tidak cepat lelah, karena
kelelahan mengundang cedera.
c. Pencegahan lewat makanan
Nutrisi yang baik akan mempunyai
andil mencegah cedera karena memperbaiki proses pemulihan kesegaran diantara
latihan-latihan.
Makan harus memenuhi tuntutan gizi
yang dibutuhkan atlit sehubungan dengan latihannya.
Atlit harus makan-makanan yang mudah
dicerna dan yang berenergi tinggi kira-kira 2,5 jam sebelum latihan atau
pertandingan.
Pencegahan lewat Warming up ada 3
alasan kenapa warm up harus dilakukan :
· Untuk melenturkan (stretching) otot, tendon dan ligament
utama yang akan dipakai.
· Untuk menaikkan suhu terutama bagian dalam seperti otot dan
sendi.
· Untuk menyiapkan atlit secara fisik dan mental menghadapi
tugasnya.
d. Pencegahan lewat lingkungan
Banyak terjadi bahwa cedera karena
lingkungan. Seorang atlit jatuh karena tersandung sesuatu (tas, peralatan yang
tidak ditaruh secara baik) dan cedera. Harusnya memperhatikan peralatan dan
barang ditaruh secara benar agar tidak membahayakan.
e. Peralatan
Peralatan yang standart punya
peranan penting dalam mencegah cedera. Kerusakan alat sering menjadi penyebab
cedera pula, contoh yang sederhan seperti sepatu. Sepatu adalah salah satu
bagian peralatan dalam berolahraga yang mendapat banyak perhatian para ahli.
Masing-masing cabang olahraga umumnya mempunyai model sepatu dengan cirinya
sendiri. Yang paling banyak dibicarakan adalah sepatu olahraga lari. Hal ini di
hubungkan dengan dominanya olahraga lari, baik yang berdiri sendiri maupun
sebagai bagian dari orang lain.
Sepatu yang baiksangat membantu
kenyamanan berolahraga dan dapat memperkecil resiko cedera olahraga.
Kontruksi sepatu
Sepatu lari yang baik mempunyai
cirri-ciri kontruksi sebagai berikut :
1) Sol relative tebal dan kuat, tetapi cukup elastic sehingga
mampu meredam benturan. Biasanya mempunyai permukaan yang tidak rata
(bergelombang atau berkembang-kembang).
2) Tumit harus sedikit lebih tinggi dari bagian depan ½ inci
(1,3 cm).
3) Bagian belakang “counter” ditinggikan sedikit sebagai
“Achilles pad” dengan tujuan mencegah cedera tendon Achilles.
4) Terdapat “arch support” yang baik.
5) Harus cukup fleksibel, bisa dibengkokkan dengan mudah.
6) “Heel counter” harus kuat dan kaku.
7) Berat sepatu sekitar 238-340 gram.
Sepatu dikatakan pas jika jarak
antara ujung jari kaki dengan bagian depan sepatu selebar satu jari tangan (1,5
cm), bagian yang lebar dari kaki pas dengan bagian lebar dari sepatu, serta tumit
“terpegang” dengan pas pada “counter” (bagian belakang sepatu). Pengepasan
sepatu harus dengan memakai kaos kaki (harus cukup empuk dan tebal) yang bisa
digunakan.
f. Medan
Medan dalam menggunakan latihan atau
pertandingan mungkin dari alam, buatan atau sintetik, keduanya menimbulkan
masalah. Alam dapat selalu berubah-ubah karena iklim, sedang sintetik yang
telah banyak dipakai juga dapat rusak. Yang terpenting atlit mampu menghalau
dan mengantisipasi hal-hal penyebab cedera.
g. Pencegahan lewat pakaian
Pakaian sangat tergantung selera
tetapi haruslah dipilih dengan benar, seperti kaos, celana, kaos kaki, perlu
mendapat perhatian. Misalnya celana jika terlalu ketat dan tidak elastis maka
dalam melakukan gerakan juga tidak bebas. Khususnya atletik, sehingga
menyebabkan lecet-lecet pada daerah selakangan dan bahkan akan mempengaruhi
penampilan atlit.
h. Pencegahan lewat pertolongan
Setiap cedera memberi tiap
kemungkinan untuk cedera lagi yang sama atau yang lebih berat lagi. Masalahnya ada
kelemahan otot yang berakibat kurang stabil atau kelainan anatomi,
ketidakstabilan tersebut penyebab cedera berikutnya. Dengan demikian dalam
menangani atau pemberian pertolongan harus kondisi benar dan rehabilitasi yang
tepat pula.
i. Implikasi terhadap pelatih
Sikap tanggung jawab dan sportifitas
dari pelatih, official, tenaga kesehatan dan atlitnya sendiri secara
bersama-sama. Yakinkan bahwa atlitnya memang siap untuk tampil, bila tidak
janganlah mencoba-coba untuk ditampilkan dari pada mengundang permasalahan.
Sebagai pelatih juga perlu memikirkan masa depan atlit merupakan faktor yang
lebih penting.
H.
Perawatan dan Pengobatan cedera olahraga
Dalam melakukan
perawatan dan pengobatan cedera olahraga terlebih dahulu mengetahui dan apa yang
harus dikerjakan. Terdapat pendarahan tidak, fruktur tulang (patah tulang) dan
sebagainya, atau mungkin terjadi kerusakan pembuluh darah kecil atau besar
(pendarahan dibawah kulit) di daerah itu. Bila ini terjadi akan ada warna ungu,
nyeri dan bengkak.
A.
Penanganan pendarahan
Penanganan
cedera dinilai lewat tingkatan cedera berdasarkan adanya pendarahan lokal.
1.
Akut (0-24 jam)
Terjadi cedera
antara saat kejadian sampai proses pendarahan berhenti, biasanya samapai 24
jam. Dalam pertolongan yang benar dapat mempersingkat periode ini.
2.
Sub-Akut (24-48
jam)
Pada saat masa
akut telah berakhir, pendarahan telah berhenti, tetapi bisa berdarah kembali.
Bila pertolongan tidak benar dapat kembali ke tingkat akut dan berdarah
kembali.
3.
Tingkat lanjut
(48 jam sampai lebih)
Pendarahan
telah berhenti, dan kecil kemungkinan kembali ke tingkat akut, pada saat ini
penyembuhan telah mulai. Dengan pertolongan yang baikmasa ini dapat
mempersingkat. Pelatih harus sangat mahir dalam hal ini agar tahu kapan harus
meminta pertolongan dokter.
B.
Penanganan pertama
Pulihnya atlit
dan mampu aktif kembali sangat tergantung dari keputusan yang dibuat saat
terjadi cedera, serta pertolongan yang diberikan. Bila dokter tidak ada, maka
terpaksa pelatih harus memutuskan sendiri, keadaan ini paling banyak berlaku.
Pelatih harus
mampu memutuskan apakah atlit terus atau berhenti, untuk cedera yang berat
keputusannya sangat mudah diambil, tetapi untuk cedera yang ringan keputusannya
menjadi sangat sulit. Bila ragu istirahatkan atlit anda, pelatih sebaiknya
mampu melakukan pemeriksaan praktis fungsional dilapangan.
C.
Penanganan rehabilitasi medik
Pada terjadinya
cedera olahraga upaya rehabilitasi medik yang sering digunakan adalah :
1.
Pelayanan
spesialistik rehabilitasi medik
2.
Pelayanan
fisioterapi
3.
Pelayanan alat
bantu (ortesa)
4.
Pelayananpengganti
tubuh (protesa)
Penangana
rehabilitasi medik harus sesuai dengan kondisi cedera.
a.
Penanganan
rehabilitasi medik pada cedera olahraga akut.
Cedera akut ini
terjadi dalam waktu 0-24 jam. Yang paling penting adalah penangananya. Pertama
adalah evaluasi awal tentang keadaan umum penderita, untuk menentukan apakah
ada keadaan yang mengancam kelangsungan hidupnya. Bila ada tindakan
pertama harus berupa penyelamatan jiwa. Setelah diketahui tidak ada hal yang
membahayakan jiwa atau hal tersebut telah teratasi maka dilanjutkan upaya yang
terkenal yaitu RICE :
R – Rest
: diistirahatkan adalah tindakan pertolongan pertama yang esensial penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
I – Ice : terapi
dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan meredakan rasa nyeri.
C – Compression : penekanan
atau balut tekan gunanya membantu mengurangi pembengkakan jaringan dan
pendarahan lebih lanjut.
E – Elevatin : peninggian
daerah cedera gunanya mencegah statis, mengurangi edema (pembengkakan) dan rasa
nyeri.
b.
Penanganan
rehabilitasi pada cedera olahraga lanjut
Pada masa ini
rehabilitasi tergantung pada problem yang ada antara lain berupa :
· Pemberian modalitas terapi fisik
Terapi dingin :
Cara pemberian
terapi dingin sebagai berikut :
1.
Kompress dingin
Teknik :
potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air lalu kompreskan pada
bagian yang cedera.
Lamanya : 20-30
menit dengan interval kira-kira 10 menit.
2.
Masase es
Tekniknya
dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus dengan lama 5-7 menit, dapat
diulang dengan tenggang waktu 10 menit.
3.
Pencelupan atau
peredaman
Tekniknya yaitu
memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam bak air dingin yang dicampur dengan
es. Lamanya 10-20 menit.
4.
Semprot dingin
Tekniknya
dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane kebagian tubuh yang cedera.
Terapi panas :
Pada umumnya
toleransi yang baik pada terapi panas adalah bila diberikan pada fase subakut
dan kronis dari suatu cedera, tetapi panas juga dapat diberikan pada keadaan
akut. Panas yang kita berikan ketubuh akan masuk atau berpenetrasi kedalamnya.
Kedalam penetrasi ini tergantung pada jenis terapi panas yang diberikan seperti
yang terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 :
Pembagian terapi panas menurut kedalaman penetrasinya.
Penetrasi
|
Macam
|
Contoh
|
Dangkal
(superfisial)
Dalam(Deep)
|
Lembab/Basah
Kering
Diatermi
|
Kompres kain
air panas
“Hydrocollator
pack”
Mandi uap
panas
“Paraffin wax
bath”
Hydrotherapy
Kompres botol
air panas
Kompres
bantal pemanas tenaga listrik
Lampu merah
infra
Diatermi
gelombang pendek
Diatermi
gelombang mikro
Diatermi
suara ultra
|
Secara ringkas efek pemberian panas
secara lokal dapat dilihat pada tabel no 2.
Table 2 : Respon fisiologis terhadap
panas
1. Panas meningkatkan efek vaskulatik
jaringan kolagen.
2. Panas mengurangi dan menghilangkan
rasa sakit
3. Panas mengurangi kekakuan sendi
4. Panas mengurangi dan menghilangkan
spasme otot
5. Panas meningkatkan sirkulasi darah
6. Panas membantu resolusi infiltrate
radang, edema dan eksudasi
7. Panas digunakan sebagai bagian
dari terapi kanker
|
Terapi air (Hydroterapy)
Pada sebagian kasus pemberian terapi
air akan banyak menolong. Terapi air dipilih karena adanya efek daya apung dan
efek pembersihan. Jenis terapi ini dapat kita berikan dengan memakai bak atau
kolam air. Teknik lain terapi air adalah “contrast bath” yaitu dengan
menggunakan dua buah bejana. Satu buah diisi air hangat suhu 40,5-43,3 C dan
satunya lagi diisi air dingin dengan suhu 10-15 C. anggota gerak yang cedera
bergantian masuk ke bejana secara bergantian dengan jarak waktu.
Perangsangan listrik
Perangsangan listrik mempunyai efek
pada otot yang normal maupun otot yang denervasi. Efek rangsangan listrik pada
otot normal antara lain relaksasi otot spasme, re-edukasi otot, mengurangi
spastisitas dan mencegah terjadinya trombloflebitis. Sedang pada otot denervasi
efeknya meliputi menunda progrese atropi otot, memperbaiki sirkulasi darah dan
nutrisi.
Masase
Dengan menggunakan masase yang
lembut dan ringan, kurang lebih satu minggu setelah trauma mungkin akan dapat
mengatasi rasa nyeri tersebut. Dengan syarat diberikan dengan betul dan dengan
dasar ilmiah akan efektif untuk mengurangi bengkak dan kekakuan otot.
· Pemberian terapi latihan
Waktu untuk memulai terapi latihan
tergantung pada macam dan derajat cederanya. Pada cedera otot misalnya terjadi
kerusakan atau robekan serabut otot bagian central memerlukan waktu pemulihan 3
kali lebih lama dibandingkan dengan robeknya otot bagian perifer. Sedangkan
cedera tulang, persendian (ligament) memerlukan waktu yang lebih lama.
Terapi latihan yang dapat diberikan,
berupa :
1. Latihan luas gerak sendi
2. Latihan peregangan
3. Latihan daya tahan
4. Latihan yang spesifik (untuk masing-masing bagian tubuh)
· Pemberian ortesa (alat Bantu tubuh)
Pada terjadinya cedera olahraga yang
akut ortesa terutama berfungsi untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera,
sehingga membantu mempercepat proses penyembuhan dan melindungi dari cedera
ulangan. Pada fase berikutnya ortesa dapat berfungsi lebih banyak, antara lain
: ortesa leher, dan support pada anggota gerak bawah. Mencegah terjadinya
deformitas dan meningkatkan fungsi anggota gerak yang terganggu.
· Pemberian protesa (pengganti
tubuh)
Protesa adalah suatu alat Bantu yang
diberikan pada atlit yang mengalami cedera dan mengalami kehilangan sebagian
anggota geraknya. Fungsi dari alat ini adalah untuk menggantikan bagian tubuh
yang hilang akibat dari cedera tersebut.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat
disimpulkan bahwa Cedera akibat berolahraga paling kerap terjadi pada atlet,
tak terkecuali atlet senior. Biasanya itu terjadi akibat kelelahan berlebihan
karena panjangnya waktu permainan (misalnya ada babak tambahan) atau terlalu
banyaknya partai pertandingan yang harus diikuti.
Kalau pemula, biasanya kesalahan terbanyak karena tidak cukup efektifnya pemanasan atau gerakan peregangan yang dilakukan sebelum memulai olahraga. Akibatnya, otot tidak siap untuk melakukan aktifitas. Berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan berolahraga yang benar, malah mendatangkan cedera dan membahayakan diri sendiri.
Kalau pemula, biasanya kesalahan terbanyak karena tidak cukup efektifnya pemanasan atau gerakan peregangan yang dilakukan sebelum memulai olahraga. Akibatnya, otot tidak siap untuk melakukan aktifitas. Berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan berolahraga yang benar, malah mendatangkan cedera dan membahayakan diri sendiri.
B. Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat disampaikan, yaitu:
1.
Guru pendidikan
jasmani perlu meningkatkan kualitas pengetahuan tentang cedera olahraga sehingga siswa merasa
nyaman jika guru pendidikan jasmaninya bisa mengatasi masalah cedera olahragan.
2.
Bagi pelatih-pelatih harus lebih dekat
dengan para atlitnya sehingga keluhan-keluhan atlit mengenai cedera yang
dialaminya bisa dibicarakan dan disembuhkan secara bersama tim. Peltih juga
harus mengetahui bagaimana kondisi para atlitnya baik secara jasmani maupun
rohani. Oleh karena itu pelatih-pelatih harus sering mengikutu seminar-seminar
untuk para pelatih guna memperdalam pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Paul M. Taylor,
dkk. (2002). Mencegah dan Mengatasi Cedera Olahraga. Jakarta: PT.
RAJAGRAFINDO PERSADA.
Andun
Sujidandoko. (2000). Perawatan dan Pencegahan Cedera. Yogyakarta:
Departemen Pendidikan Nasional .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar